Gunung Gumitir adalah gunung yang terdapat di perbatasan wilayah Banyuwangi dan Jember, tepatnya antara kecamatan Silo dengan kecamatan Kalibaru. Gunung Gumitir ini menjadi jalan utama dari arah jember menuju ke Banyuwangi lintas selatan. Tak hanya keelokan pemandangan yang dimiliki Gunung Gumitir ini, akan tetapi juga menyimpan hal mistis yang belum banyak orang tau.
Gunung Gumitir juga memiliki pesona yang sangat indah untuk destinasi wisata bagi Anda. Salah satu wisata di lokasi ini adalah Cafe dan Resto Gumitir. Yaitu tempat wisata yang menyediakan berbagai macam menu kuliner dan diselimuti pemandangan indah dan sejuk area gunung. Anda juga bisa menikmati kopi khas Banyuwangi di resto ini sembari bermain di tempat-tempat permainan yang disediakan.
Gunung Gumitir Banyuwangi
Spot lain adalah patung Gandrung selamat datang Banyuwangi. Tempat ini jd tempat selfie yang cukup keren lantaran patung Gandrung menjadi ciri khas dari Banyuwangi. Pemandangan kota Banyuwangi pun terlihat sangat jelas dari gunung Gumitir.
Wisata Lori di daerah Garahan merupakan salah satu wisata yang berada di daerah Banyuwangi dengan menikmati keindahan alam, salah satunya yaitu wisata agro Gunung Gumitir yang terdiri dari perkebunan kopi dan coklat, serta hutan pinus. Biaya untuk naik lori yaitu Rp 500.000.- (PP) dari Stasiun Kalibaru ke Stasiun Garahan dengan melewati Stasiun Mrawan.
"Gunung Gumitir" - Google Berita
Jangan Lewat Jalan Gunung Gumitir Perbatasan Banyuwangi-Jember kalau Kesabaran dan Keberanian Kalian Setipis Tisu - MOJOK Baca Selengkapnya
Dibangun Membelah Gunung Gumitir, Terowongan di Banyuwangi Ini Jadi yang Terpanjang Kedua di Indonesia, Membentang dari... - Malang Network - Malang Network Baca Selengkapnya
Memotret Pekerja Awe-Awe di Gumitir - Radar Jember - Radar Jember Baca Selengkapnya
KAI Daop 9 pasang alat pendeteksi di jalur kereta rawan longsor ... - ANTARA Jawa Timur Baca Selengkapnya
Musibah di Banyuwangi: Atap Rumah Roboh Akibat Hujan Deras - Jurnal News Baca Selengkapnya
Mencari Toko Buku di Banyuwangi seperti Jarum di Tumpukan Jerami, Sulit! - MOJOK Baca Selengkapnya
MallDesa, Sebuah Inovasi Aplikasi Digital di Desa Sidomulyo Jember, Butuh Apa Pun Cukup Klik di HP - Radar Jember - Radar Jember Baca Selengkapnya
3 Jalan di Kabupaten Banyuwangi yang Bikin Merinding jika Dilewati Sendirian di Malam Hari - MOJOK Baca Selengkapnya
Mitosnya Pantai di Jember Ini Angker, Berikut Wisata Jember Ini yang Punya Cerita Mistis - Radar Jember - Radar Jember Baca Selengkapnya
Tak Kalah Indah Dengan Kawah Ijen, Inilah 6 Wisata Gunung Paling Populer Di Banyuwangi - Batu Network - Batu Network Baca Selengkapnya
Menembus Hamparan Perkebunan, Proyek Jalan Lintas Selatan Banyuwangi-Jember Dinanti Pengendara - Harian Haluan - Harian Haluan Network Baca Selengkapnya
5 Terowongan Kereta Api Terpanjang di Indonesia, Ada yang Masih Aktif - Kompas.com - Kompas.com Baca Selengkapnya
Truk Isuzu Tabrak Sepeda Motor dan Dua Rumah Warga Jember - beritajatim | Portal Berita Jawa Timur Baca Selengkapnya
Berikut Wisata Religi di Jember yang Selalu Ramai Dikunjungi Peziarah - Radar Jember - Radar Jember Baca Selengkapnya
Pencari Burung Temukan Mayat Perempuan di Gunung Kapur Puger Jember, Begini Kronologinya - Radar Jember - Radar Jember Baca Selengkapnya
Gunung Gumitir
Sumber : id.wikipedia.org
Gunung Gumitir (dialek Jawa: gumitèr) merupakan sebuah gunung yang terletak di wilayah perbatasan antara Kabupaten Jember dengan Kabupaten Banyuwangi, lebih tepatnya antara kecamatan Silo dengan kecamatan Kalibaru, Provinsi Jawa Timur. Gunung ini terkadang juga disebut dengan nama Gunung Mrawan (bukan desa Mrawan).
Sejak zaman dulu, jalan raya di Gunung Gumitir telah menjadi jalur penghubung terpendek antara Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi. Gunung Gumitir dipilih sebagai jalur penghubung, karena memiliki ketinggian paling rendah di antara deretan pegunungan yang lain, dari Gunung Raung (utara) hingga Gunung Kidul (selatan).
Etimologi
Gumitir, gemitir, kumitir, atau kemitir merupakan nama tanaman Tagetes erecta yang memiliki bunga berwarna kekuningan. Di Bali, bunga gumitir banyak digunakan untuk membuat sesajen (canang sari).
Sejarah
Legenda
Menurut legenda yang beredar di kalangan masyarakat, terutama penduduk kabupaten Banyuwangi, nama gumitir berasal dari kisah Damar Wulan. Setelah Damar Wulan berhasil membunuh dan memenggal kepala Menak Jinggo, ia bertemu Layang Seta dan Layang Kumitir, putra kembar patih Logender, di tengah jalan. Keduanya berhasil menipu Damar Wulan dan merampas kepala Menak Jinggo.
Masa kolonial
Wilayah Gunung Gumitir telah menjadi perhatian pemerintah kolonial Belanda, antara lain pembangunan lintasan kereta api oleh Staatsspoorwegen pada tanggal 10 September 1902 dan pembangunan pabrik pengolahan kopi Goenoeng Goemitir yang diresmikan pada tanggal 13 Agustus 1934.
Masa penjajahan Jepang
Pada masa penjajahan Jepang, serdadu Dai Nippon membangun sebuah gua untuk mengawasi jalur kereta api yang melintasi Gunung Gumitir. Gua Jepang tersebut terletak sekitar 100 meter dari Watu Gudang, terbuat dari beton tebal dengan ukuran sekitar 6 m × 8 m.
Masa kemerdekaan


Wilayah Gunung Gumitir dilindungi dan dikelola oleh Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyuwangi Barat dan PT Perkebunan Nusantara XII (PTPN XII) unit Kebun Gunung Gumitir.
Komoditas utama Perum Perhutani KPH Banyuwangi Barat disini adalah jati, pinus, dan mahoni; sementara komoditas utama PTPN XII di Gunung Gumitir adalah kopi robusta, pohon jarak, dan berbagai kayu-kayuan.
Jalur transportasi
Pada gunung ini terdapat jalur penghubung antara Jember-Banyuwangi, baik berupa jalan raya maupun rel kereta api.
Lintasan mobil

Jalan raya di Gunung Gumitir adalah satu-satunya jalur penghubung antara Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Jember. Jalan dengan panjang sekitar delapan kilometer ini berkelok-kelok menyusuri tepian gunung. Puncak teratas dari jalan raya ini dikenal dengan nama Watu Gudang. Dinamai demikian karena disini terdapat batu raksasa (diibaratkan ukurannya sebesar gudang) yang harus dihancurkan bagian tengahnya agar batu tersebut dapat dilewati oleh jalan raya. Batu Gudang ini pernah kembali dipapras dalam rangka pelebaran jalan.
Kondisi Jalan
Jalan raya di Gunung Gumitir cukup berbahaya karena memiliki banyak tikungan tajam, lereng curam, dan lebar jalan yang sangat sempit. Padahal setiap harinya, kendaraan berat seperti truk dan bus selalu melewati jalan raya ini. Sehingga, biasanya di setiap tikungan yang berbahaya selalu ada penduduk setempat yang membantu mengarahkan pengguna jalan dan memberi tanda apakah ada kendaraan dari arah berlawanan yang juga akan melewati tikungan tersebut. Tentu saja, ini sangat membantu para pengemudi kendaraan berat yang melewati jalan ini. Para penunjuk jalan ini biasa disebut awe-awe (Jawa= "melambai-lambai") karena mereka melambai-lambaikan tangan untuk memberi tanda pada pengguna jalan.
Seiring perubahan waktu, pelaku awe-awe tidak hanya sekadar membantu penguna jalan, tetapi berkembang menjadi media untuk meminta-minta. Para penunjuk jalan tersebut umunnya terdesak oleh kebutuhan ekonomi.
Tanah longsor
Jalan raya di Gunung Gumitir sering terputus akibat tanah longsor. Ini dikarenakan, tanah di Gunung Gumitir tergolong labil dan memiliki tingkat kecuraman lereng yang tinggi. Faktor dominan penyebab longsor adalah penggalian tebing, kemiringan lereng, dan tekstur tanah. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh banyaknya alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan, jalan, dan bangunan rumah makan.
Secara garis besar, jalan raya di Gunung Gumitir termasuk daerah yang memiliki tingkat kerentanan longsor sedang yang tersebar di sepanjang jalan seluas 24,30 ha.
Jalur kereta api
Gunung Gumitir juga ditembus oleh dua terowongan kereta api yang sudah dibangun semenjak masa kolonial Belanda, yaitu terowongan Mrawan dan terowongan Garahan. Terdapat dua buah stasiun yang terletak di wilayah Gunung Gumitir, yaitu Stasiun Mrawan dan Stasiun Garahan, keduanya masih tetap melayani persilangan kereta api tetapi tidak lagi melayani aktivitas naik-turun penumpang.
Pariwisata
Lori Kaliraga
Lori Kaliraga (kependekan dari Kalibaru-Mrawan-Garahan) merupakan sebuah paket wisata yang ditawarkan oleh PT Kereta Api Indonesia wilayah Daop IX Jember dan merupakan bagian dari proyek Pusat Pelestarian Benda dan Bangunan PT. Kereta Api Indonesia untuk mengeksplor lebih dalam beberapa jalur bersejarah dan unik peninggalan Hindia Belanda. Wisata ini menawarkan agrowisata dengan naik lori melintasi perkebunan kopi, cokelat, hutan pinus, dan panorama Gunung Gumitir. Lori berangkat dari Stasiun Kalibaru menuju Stasiun Mrawan dan berakhir di Stasiun Garahan, kemudian kembali lagi. Perjalanan wisata ini juga melewati Terowongan Garahan (113 m) dan Terowongan Mrawan (690 m).
Café & Rest Area Gumitir


PTPN XII mendirikan "Café & Rest Area Gumitir" yang mulai beroperasi pada tanggal 14 Maret 2010 sebagai salah satu bentuk optimalisasi lahan perkebunan BUMN tersebut, selain tetap fokus dalam bisnis komoditas utama yaitu kopi, karet, kakao, teh, dan kayu-kayuan. Area café yang semula hanya satu 1 hektar terus dikembangkan menjadi 3 hektar dengan laba yang terus meningkat, yaitu sebesar Rp1,7 miliar (2011) menjadi sekitar 2 miliar (2012).
Sarana yang disediakan oleh Café Gumitir adalah sebagai berikut:
- Permainan Outbound (spider web, jumping dot, jembatan elvis), Flying Fox.
- Kereta wisata dan kendaraan Willys mengelilingi wilayah PTPN XII Gunung Gumitir.
- ATV
- Berkuda.
- Area bermain anak, area perkemahan, lapangan olahraga.
- Live music.
- Mushola dan gedung pertemuan dekat pabrik pengolahan kopi.
Salah satu daya tarik Café & Rest Area Gumitir adalah kursi kayu raksasa dari kayu kayu Segawe (Adentahera microsperma) untuk tempat berteduh dan gardu pandang. Kursi ini berukuran 3x3 m², tinggi alas 2,5 meter, dan tinggi sandaran 5,3 meter.
Konservasi alam

Kawasan hutan Gumitir merupakan habitat bagi monyet. Sekitar tahun 1990an, banyak penduduk sekitar yang menangkap monyet untuk dijual. Hal tersebut menyebabkan komunitas monyet di Gunung Gumitir menjadi berkurang dan tidak pernah terlihat berkeliaran bebas di tepi-tepi jalan seperti sebelumnya. Setelah ada pengawasan ketat dari Perhutani, komunitas monyet di Gunung Gumitir kembali meningkat meskipun sangat jarang dapat ditemui di tepi jalan.
Setelah kerusuhan 1998, sebagian wilayah hutan Gunung Gumitir ditebang oleh orang-orang tidak bertanggung jawab dan dialihfungsikan sebagai lahan perkebunan. Hal tersebut menyebabkan rusaknya wilayah hutan beserta pepohonan berusia puluhan tahun atau lebih serta peningkatan suhu udara rata-rata yang dampaknya terasa hingga ke Kota Kalibaru. Hingga kini, wilayah hutan masih digunakan sebagai lahan perkebunan rakyat dengan hak sewa kepada Perum Perhutani.
Hal ini juga berdampak kepada mata pencaharian masyarakat yang sebagian besar berubah menjadi petani karena banyak yang memiliki lahan garapan. Selain itu, para pengrajin rotan juga menjadi buruh tani karena bahan baku yang biasa mereka gunakan ikut hilang bersama alih fungsi lahan. Secara garis besar, alih fungsi lahan memberi dampak positif pada peningkatan kesejahteraan penduduk sekitar.
Galeri
-
Gunung Gumitir (barisan rendah di kiri hingga tengah foto) dilihat dari Gunung Raung. Jalan Gumitir berlokasi di barisan pegunungan terendah pada foto.
Patung gandrung selamat datang ke Kabupaten Banyuwangi di sisi timur kaki Gunung Gumitir
Gapura batas Kabupaten Jember di sisi barat kaki Gunung Gumitir
Salah satu warung di sepanjang jalan Gunung Gumitir
Jalan berkabut di kaki Gunung Gumitir
Kebun pinus di kaki Gunung Gumitir sebelah Barat
Pintu masuk Cafe Gumitir, 2015
Perkebunan dilihat dari Cafe Gumitir
Kursi raksasa Gumitir menghadap ke pegunungan