Bandara Blimbingsari/Banyuwangi memiliki gedung terminal penumpang yang mengusung
konsep Green Building. Bandara ini hampir tidak menggunakan material kaca pada bagian
gedung, dan pada bagian dinding dirancang berupa kisi-kisi agar matahari dapat leluasa masuk
serta sirkulasi udara berjalan lancar. Gedung terminal dilengkapi dengan fasilitas seperti rest
room untuk acara meeting, ruang khusus sebagai tempat beristirahat, art shop, dan kafe.
Bandara Blimbingsari/Banyuwangi telah melayani penerbangan domestik dan internasional dari
dan ke Jakarta, Surabaya, Malang, Denpasar, dan Singapura didukung oleh maskapai AirAsia,
China Airlines, Citilink, Garuda Indonesia, Lion Air, Nam Air, dan Wings Air. Akses ke Bandara
Blimbingsari/Banyuwangi pun semakin dipermudah, penumpang dapat menggunakan layanan
bus bandara yang dioperatori oleh DAMRI dan taksi pangkalan yang berlokasi di bandara.
Bandara Blimbingsari (BWX) yang sudah diresmikan sejak 29 Desember 2010 terletak di Desa
Blimbingsari, Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Bandara Blimbingsari
merupakan nama lama dari Bandara Banyuwangi, dan pergantian nama ini telah ditetapkan
oleh Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 830 tahun 2017. Pergantian nama bandara
memiliki tujuan khusus untuk lebih mengenalkan Banyuwangi sebagai salah satu tempat wisata
unggulan di Indonesia yang bisa dikunjungi untuk berlibur. Sebenarnya, Bandara
Blimbingsari/Banyuwangi telah ditetapkan oleh Menteri Perhubungan pada tahun 2003, namun
baru pada tahun 2010 akhir bandara ini melakukan penerbangan komersial pertama sehingga
baru diresmikan dengan ditandatanganinya prasasti oleh Wakil Menteri Perhubungan RI
Bambang Susantono, Gubernur Jawa Timur Soekarwo dan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar
Anas. Pada Desember 2017, Bandara Blimbingsari/Banyuwangi dialihtangankan dan dikelola
oleh Angkasa Pura II.
"Bandar Udara Banyuwangi" - Google Berita
Baru Berusia 13 Tahun, Bandara di Jawa Timur Ini sudah 2 kali Ganti Nama Ternyata Ini Alasannya - Ponorogo News Baca Selengkapnya
Apa Kabar Bandara Kertajati dan Bandara Lain yang Belum Lama Diresmikan? - Bisnis Tempo.co Baca Selengkapnya
Bandara Juanda tambah rute penerbangan baru - ANTARA Jawa Timur Baca Selengkapnya
Semarak Dirgantara TNI AU Digelar, Hadirkan Drumband AAU hingga Joy Flight, Pengunjung Antusias - Viva.co.id Baca Selengkapnya
Mulai Pulih, Maskapai Tambah Jadwal Penerbangan - kompas.id Baca Selengkapnya
PLN Kebut Proyek Strategis Nasional Java Bali Connection - harian.disway.id - Harian Disway Baca Selengkapnya
Bandara Banyuwangi Kenalkan Aplikasi Inovatif Travelin - afederasi.com Baca Selengkapnya
Adakah Syarat Tinggi Badan untuk Daftar Sekolah Kedinasan ... - KOMPAS.com Baca Selengkapnya
5 Bandara di Jawa Timur Selain Dhoho Airport, Ada Juanda dan Blimbingsari - Ponorogo News Baca Selengkapnya
Ini Fitur Inovatif Aplikasi Travelin Made In Angkasa Pura, Cek Kegunaannya di Bandara Banyuwangi - Radar Banyuwangi - Radar Banyuwangi Baca Selengkapnya
8 Bandara Internasional Dibidik Turun Kelas Sejak 2020, Ini Profilnya - Bisnis Tempo.co Baca Selengkapnya
Rute Perbangan Surabaya-Banyuwangi Kembali Dibuka, Ini Jadwalnya - TIMES Indonesia Baca Selengkapnya
PT Angkasa Pura II Dorong Pelaku Usaha di Desa Wisata Banyuwangi - TIMES Indonesia Baca Selengkapnya
Kopi Racikan Khas Nusantara The Gade Coffee and Gold Siap Jamu Delegasi dan Jurnalis KTT ke-43 ASEAN - Liputan6.com Baca Selengkapnya
Tingkatkan Kunjungan Wisatawan Mancanegara, Menparekraf Upayakan Penerbangan Langsung dari Bandara YIA ke Australia - SuaraJogja.ID Baca Selengkapnya
Bandar Udara Banyuwangi
Sumber : id.wikipedia.org
Bandar Udara Banyuwangi (bahasa Inggris: Banyuwangi Airport) (IATA: BWX, ICAO: WADY) (kode sebelumnya: WARB) dan juga diketahui sebelumnya sebagai Bandar Udara Blimbingsari, terletak di Desa Blimbingsari, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Bandara dengan landas pacu 2.500 meter dan lebar 45 meter ini dibuka pada 29 Desember 2010. Bandara ini diklaim sebagai bandara hijau pertama di Indonesia.
Sejarah
Keberadaan Bandar udara Internasional Banyuwangi saat ini adalah merupakan buah gagasan dari Bupati Banyuwangi Purnomo Sidik (1991-2000) diperiode akhir masa jabatanya pada saat itu. Sebenarnya rencana awal lokasi pembangunan bandara Banyuwangi ini adalah di kecamatan Glenmore dibekas lokasi Lapangan terbang Blambangan. Lapangan terbang Blambangan itu sendiri adalah sebuah lapangan terbang pertanian yang dibangun pada dekade 1970an yang hanya digunakan untuk kegiatan pertanian yang salah satunya adalah digunakan sebagai landasan pesawat capung untuk menyemprot pestisida guna memberantas serangan hama wereng yang terjadi pada waktu itu.
Pada saat itu anggaran untuk proyek pembangunan bandara baru tersebut sudah disiapkan bahkan material bangunan sudah sempat dikirim menuju lokasi di Glenmore namun proyek itu urung terlaksana karena bupati Purnomo Sidik mengundurkan dari jabatannya karena dianggap tidak mampu menyelesaikan peristiwa pembunuhan orang-orang yang diduga dukun santet pada pertengahan tahun 1998 yang dikenal dengan peristiwa Pembantaian Banyuwangi 1998 yang terjadi waktu itu. Rencana pembangunan seterusnya dilanjutkan pada masa kepemimpinan Bupati penggantinya yaitu Samsul Hadi. Namun setelah melalui tahap kajian lebih lanjut ternyata lokasi bekas lapangan terbang Blambangan di Kecamatan Glenmore tersebut tidak layak untuk dijadikan bandar udara karena topografi wilayah kecamatan Glenmore yang bergunung-gunung. Kemudian, melalui keputusan menteri (Kepmen) nomor 49 tahun 2003, ditentukanlah lahan untuk pembangunan bandara yang baru yaitu berada di wilayah Desa Blimbingsari yang pada saat itu masih menjadi bagian dari wilayah Kecamatan Rogojampi.
Pembangunan bandara dilokasi baru ini memakan waktu bertahun-tahun karena proses pembebasan lahan yang tak kunjung selesai. Dalam perihal pembebasan lahan ini dua bupati Banyuwangi terjerat dalam kasus korupsi penggelembungan harga tanah pembebasan lahan yang merugikan negara sejumlah Rp 40,99 miliar. Dua bupati tersebut adalah Bupati Samsul Hadi yang merugikan negara sejumlah Rp 21,23 miliar dan Bupati Ratna Ani Lestari senilai Rp 19,76 miliar. Meski diiringi oleh dua kasus korupsi yang terjadi tetapi pembangunan bandara baru ini tetap berlanjut secara bertahap dalam kurun waktu 2004 hingga 2008 dengan pendanaan yang berasal dari APBN.
Pada tanggal 29 Desember 2008, Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal melakukan kunjungan singkat ke Bandar Udara Blimbingsari Banyuwangi dengan didampingi oleh Bupati Ratna Ani Lestari beserta rombongan. Dalam kunjungan ini Menteri Perhubungan merasa optimis bahwa penerbangan di Kabupaten Banyuwangi dapat berkembang pesat dengan adanya bandar udara yang menurutnya cukup bagus dan ideal. Pada 23 Januari 2009, tim dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara melakukan evaluasi dan verifikasi terhadap Bandar Udara Blimbingsari Banyuwangi. Beberapa waktu kemudian, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara mengeluarkan surat nomor 167/DBU/II/2009 tertanggal 9 Februari 2009 tentang pemanfaatan Bandar Udara Blimbingsari Banyuwangi yang garis besar isinya adalah bahwa bandara dapat digunakan untuk lepas landas dan mendarat pesawat jenis CASA. Tanggal 26 Desember 2010 dilakukan proving flight (uji kelayakan terbang) pesawat milik PT Sky Aviation oleh Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara sebagai salah satu syarat akan diadakannya penerbangan komersial dengan pesawat tersebut.
Pada tanggal 21 April 2009 bandara ini mulai digunakan oleh Bali International Flight Academy (BIFA) untuk keperluan pelatihan lepas landas dan mendarat bagi para calon pilot. Untuk penerbangan komersial, mulai dibuka pada 29 Desember 2010 oleh maskapai Sky Aviation setelah sebelumnya diadakan uji kelayakan terbang pada 26 Desember 2010 menggunakan pesawat C208 Grand Caravan. Penerbangan ini sekaligus menjadi tanda diresmikannya Bandara Blimbingsari sebagai bandara komersial. Penandatanganan prasasti peresmian dilakukan oleh Wakil Menteri Perhubungan saat itu Bambang Susantono, Gubernur Jawa Timur Soekarwo dan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
Pada tahun 2017 bandara ini berubah nama menjadi Bandar Udara Banyuwangi, melalui surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 830 tahun 2017. Dan pada 22 Desember 2017, bandara ini dialihkan pengelolaannya ke Angkasa Pura II.
Perkembangan
Selain berfungsi sebagai bandara komersial, Bandar Udara Banyuwangi juga digunakan untuk keperluan pendidikan penerbangan. Setelah sebelumnya Bali International Flight Academy (BIFA) menggunakan bandara ini, Kementerian Perhubungan mendirikan Loka Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan Banyuwangi (LP3B) yang diresmikan pada 23 Desember 2013 yang kemudian berubah nama menjadi Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbang Banyuwangi (BP3B) melalui Permenhub RI PM/123/2015 yang sekarang berubah nama lagi menjadi Akademi Penerbang Banyuwangi. Selain dua sekolah penerbangan di atas itu terdapat Mandiri Utama Flight Academy (MUFA).
Perkembangan fasilitas
Pada awal pembangunannya, Bandara Banyuwangi (saat itu masih bernama Bandara Blimbingsari) memiliki panjang landasan 900 m dan lebar 23 m. Kemudian agar dapat dijadikan bandara komersial, landasan diperpanjang hingga 1.400 m dan lebar 30 m di mana pembangunannya dimulai tahun 2008. Dua tahun setelah beroperasi, landasan kembali diperpanjang menjadi 1.800 m dengan ketebalan 27 PCN.
Pembangunan terminal hijau
Pada tahun 2015, Pemerintah mulai membangun terminal baru yang lebih besar. Pembangunan terminal baru ini memanfaatkan dana APBD Provinsi Jawa Timur senilai Rp 22,5 miliar dan APBD Kabupaten Banyuwangi senilai Rp 10,5 miliar. Anggaran ini dipergunakan untuk pembangunan terminal, aksesori, elektrikal, musala dan area parkir.
Terminal ini mengusung konsep hijau dan ramah lingkungan. Hal ini ditandai dengan penghawaan udara yang alami, penanaman tanaman di atap terminal, konservasi air dan sunroof untuk pencahayaan alami di siang hari. Selain itu terminal baru ini mengadopsi bentuk ikat kepala khas Suku Osing. Terminal yang didesain oleh Andra Matin ini diresmikan pada 2017.
Salah satu ruangan dalam terminal baru
Konservasi air terminal baru
Ruang tunggu
Pintu kedatangan